Menjadi guru yang disukai bukan perkara mudah tapi juga tidak sulit,
saya pribadi pun masih dalam upaya untuk bisa disukai siswa. Namun tidak
ada yang tidak mungkin di dunia ini, dimana ada kemauan disitu ada
jalan. Berikut ini adalah caranya.
- Tidak terlalu banyak melaksanakan metode ceramah
- Memberikan contoh kepada siswa apa yang ia ingin siswa lakukan. Jika
anda sebagai guru berharap siswa anda hormat pada anda, silahkan
terlebih dahulu menjaga harga diri siswa anda di kelas.
- Jika marah atau kecewa pada siswa, berbicara lah pada mereka dan bukan berteriak.
- berbagi senyum tulus pada semua siswa. Siswa yang dicap sebagai anak
yang ‘bermasalah’ akan luntur dan akan menyukai anda jika anda berikan
senyum pada mereka.
- Memotivasi siswa dengan cara memotivasi dan bukan menyindir.
- Menggunakan humor pada tempat dan saat yang tepat.
- Mudah diajak berteman oleh siswa dan bukan menjadi teman siswa.
Mudah diajak berteman artinya anda pihak yang pasif dalam berkomunikasi
namun tetap dengan cara yang profesional. Berusaha menjadi teman siswa
hanya akan menyulitkan situasi anda dikemudian hari.
- Penyabar dan menganggap semua siswa sedang berproses. Hindari
meneruskan warisan guru lain dengan melanjutkan cap yang sudah diterima
oleh siswa tertentu.
MENJADI GURU INSPIRATIF & DISENANGI SISWA
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Guru
tidak sekedar dituntut memiliki kemampuan mentransformasikan pengetahuan
dan pengalamannya, memberikan tauladan, tetapi juga diharapkan mampu
menginspirasi anak didiknya agar mereka dapat mengembangkan potensi diri
dan memiliki akhlak yang baik.
Guru inspiratif bukanlah sekedar
berkompeten sesuai dengan akademiknya, mampu mengajar didepan kelas,
membuat soal-soal, dan menentukan kelulusan siswa. Guru inspiratif
harus memiliki kepribadian yang menarik sehingga dapat menstimulasi
siswa untuk mengembangkan potensi diri, menumbuhkan kesadaran siswa
dalam meraih masa depannya, dan menjalin kehangatan interaksi antara
guru dan siswa sehingga guru tidak lagi dianggap sebagai sosok angker
yang menakutkan, tetapi dapat menjadi mitra belajar yang menyenangkan.
Lalu,
bekal apakah yang harus kita miliki agar menjadi guru yang penuh
inspiratif dan disenangi oleh siswa? Peningkatan kemampuan akademik dan
skill mengajar merupakan modal dasar yang harus dimiliki. Akan tetapi
tetapi tak boleh dikesampingkan pula bekal-bekal berikut ini :
A. Berpandangan Positif
Terdapat
kecenderungan pada diri manusia untuk membentuk pribadinya sesuai apa
yang ia bayangkan atau inginkan. Hasil yang kita capai dalam membina
diri pribadi adalah sesuai dengan apa yang kita sanjung dalam hati kita
atau apa yang kita tidak sukai, kita sendirilah yang menentukan batas
kemampuan diri kita ini. Apakah pekembangan kemajuan diri kita itu masih
lanjut atau mundur sampai batas tertentu saja.
Seseorang yang
memilih cara berpikir dan bersikap positif akan terus menghasilkan buah
pikiran yang positif pula sekaligus merangkul harapan rasa optimis dan
daya cipta. Sebaliknya seorang yang mengindap pikiran negative tentu
saja melibatkan dirinya dalam proses negatif pula. Sebab ia
terus-menerus menyalurkan pikiran yang negatif. Tindakan-tindakannya pun
akan bersifat negatif terhadap lingkungan sekelilingnya. Seorang
mengindap pikiran negatif akan memantulkan buah pikiran negatif dan akan
memetik hasil yang negatif pula atas dirinya. Seperti yang dikatakan
oleh Willian James, seorang ahli filsafat dan ilmu jiwa :
“Penemuan
terbesar dalam generasi umat manusia sekarang ini adalah, bahwa manusia
itu bisa merubah cara hidupnya dengan cara merubah jalan pikirannya”
Pandangan
positif seorang guru sangatlah penting untuk diperhatikan. Satu hal
yang sangat berpengaruh pada diri siswa. Guru harus menampakkan secara
jelas dan benar-benar jelas kepada siswanya bahwa kita mempercayai.
Sebagai guru, kita percaya bahwa semua siswa mampu dan memiliki motivasi
untuk sukses. Buatlah siswa yakin bahwa kita benar-benar
mempercayainya. Guru harus berusaha percaya bahwa siswa ingin melakukan
yang tebaik, mereka ingin brhasil dan mendapatkan kesuksesan.
Hasil
sebuah pengamatan menunjukkan bahwa guru cenderung lebih suka
tersenyum, mengobrol dengan akrab dan berbicara dengan cara lebih
intelek dan penuh humor kepada kelompok siswa yang berkategori pandai
daripada kelompok siswa yang biasa-biasa saja. Sedangkan, kepada siswa
yang kurang pandai, guru cenderung berbicara lebih keras, lambat, jarang
tersenyum, berinteraksi dengan kalimat-kalimat perintah serta lebih
otoriter. Tampaknya, guru memperlakukan siswa sesuai dengan cap yang
dilekatkan pada diri mereka; kelompok siswa pandai, bodoh, atau nakal.
Demikianlah
realitas yang terjadi, kita sering terbawa oleh prasangka atau
anggapan, baik prasangka yang diciptakan oleh diri kita sendiri maupun
dibentuk oleh lingkungan. Marilah kita simak cerita tentang prasangk
dibawah ini.
Seorang pemuda yang baru saja lulus dari sebuah
universitas diterima sebagai tenaga pengajar di sebuah sekolah. Kepala
sekolah berkata kepada pemuda itu, “Anda akan mengajar sebuah kelas yang
luar biasa. Anak-anaknya cerdas luar biasa dan aktif. Seluruh potensi
ada pada mereka. Saya percaya, pasti Anda akan berhasil mengantarkan
mereka menjadi siswa-siswa yang sukses. Selamat bekeeja ! “ Kepala
sekolah itu menjabat tangan guru yang baru dengan erat, menatap mata
dengan sungguh-sungguh dan menambahkan sebuah tepukan di bahu.
Dengan
semangat bergelora, guru baru itu pun mulai mengajar. Namun, apa yang
dijumpainya? Dia mengajar di sebuah kelas yang penuh berisi anak-anak
yang berkategori bandel, banyak provokator dan segala crri lain yang
bernuansa negatif.
Beberapa bulan dia mengajar di kelas itu, belum
juga berhasil menguasai kelas. Namun, satu hal yang dia pegang
erat-erat, pesan kepala sekolah, bahwa dia diberi kelas yang lua biasa
dengan anak-anak yang cerdas di dalamnya. Jadi, jika ia belum dapat
menguasai kelas, maka mungkin dirinyalah yang belum bisa mengajar. Maka,
guru baru itu pun pontang-panting belajar, mencoba banyak cara untuk
benar-benar dapat membuat siswa di kelasnya menampilkan kecerdasannya.
Satu
semester berlalu, usahanya belum tampak berhasil. Dan dia tetap beusaha
menjadi guru yang seprofesional mungkin untuk siswa-siswinya yang di
sebut luar biasa cerdas oleh kepala sekolah tersebut. Dan pada akhir
tahun pelajaran, usahanya ini sungguh memperoleh hasil yang memuaskan.
Siswa mengikuti kegiatan belajar dengan penuh kesadaran dan semangat
yang tinggi. Siswa mulai berani menunjukkan potensi kecerdasan dirinya,
baik dalam bidang bahasa, matematika, sosial maupun seni.
Pada akhir
tahun ajaran itulah kepala sekolah kembali menjabat erat tangan guru
barunya, dengan tatapan yang sungguh-sungguh dan sebuah tepukan di bahu.
Pada saat itulah kepala sekolah membeberkan sebuah cerita yang
mengejutkan. Sebenarnya kelas itu adalah kelas yang paling dihindari
oleh semua guru. Guru-guru lama sudah kewalahan menangani mereka dengan
se\gala tingkah polah yang serba merusak sementara minatnya terhadap
pelajaran sangat kecil.
Bayangkan, bagaimana jika awal kepala
sekolah sudah mengatakan bahwa guru baru itu diberi kelas yang penuh
dengan trouble maker, bandel, suka mencontek dan lain sebagainya. Pasti,
akhir dari cerita di atas akan berbeda. Itulah, kehebatan dampak sebuah
prasangka yang mengubah dunia. Oleh karena itu, marilah kita biasakan
berprasangka baik dan berpandangan positif dalam setiap denyut kehidupan
yang kita jalani.
B. Menjalin Ikatan Emosional
Fakta
menunjukkan bahwa siswa akan senang hati mengikuti kegiatan belajar jika
gurunya menyenangkan. Pelajaran yang dianggap sebagian orang sulit pun
akan menjadi lebih mudah jika siswa memiliki ikatan emosional yang baik
dengan gurunya. Bahkan, jika guru itu difavoritkan, siswa dapat
mengingat kata demi kata hingga titik koma yang diucapkan gurunya. Luar
biasa, bukan!
Akan tetapi, sebaliknya jika guru itu tidak
disenangi siswa entah karena guru itu terlalu galak, pilih kasih, pernah
menyinggung perasaan siswa, atau sebab lain, maka sepintar apapun guru
mengajar, suasana belajar menjadi tidak menyenangkan. Boleh jadi, siswa
menjadi antipasti dengan mata pelajarannya. Kalimat-kalimatnya segera
mereka lupakan begitu lepas ujian semester.
Pernahkah kita
bertanya-tanya mengapa siswa menjadi menutup diri ketika kita
marah-marah padanya? Ketika otak menerima ancaman atau tekanan,
kapasitas saraf untuk berpikir rasional jadi mengecil. Kondisi ini dapat
menghentikan proses belajar pada saat itu dan setelahnya. Pada saat
seperti ini kemampuan belajar siswa benar-benar berkurang.
Pernahkah
kita menjumpai seorang guru yang jengkel menghadapi siswanya yang tidak
segera paham sehingga guru itu mengulang-ulang penjelasannya., dan lama
kelamaan suaranya dihiasi dengan tekanan-tekanan seperti orang marah?
Dengan cara itu guru mengharap siswanya segera paham, padahal pada saat
yang sama sebenarnya siswa itu sedang menghadapi suasana ancaman
sehingga dia merasa tertekan. Dan sesungguhnya dengan cara seperti itu
kemampuan siswa untuk belajar semakin berkurang. Bayangkan, guru
menginginkan siswanya paham justru ketika dia membuat suasana yang
menyabotase kemampuan otak siswanya. Jadi, dapat dipastikan kegagalanlah
yang diperolehnya.
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk membangun ikatan emosional siswa adalah :
1. Membuka Kran Komunikasi
Membuka
komunikasi dengan niatan yang tulus dan penuh kasih sayang merupakan
kunci utama terbukanya pintu-pintu rahasia keharmonisan guru dan siswa.
Komunikasi terbuka akan membuat guru dapat berbicara secara jujur dan
penuh kasih mengenai penamatannya tanpa membuat siswa bersikap defensif.
Hal ini disebabkan guru cukup peduli untuk memberi umpan balik kepada
mereka. Jika guru berinteraksi dengan siswa dalam pandangan yang positif
dan tercipta hubungan yang positif pula, maka guru dapat berbicara
langsung kepada siswa tentang hal yang terpenting dalam hidupnya, siapa
diri mereka dan bagaimana mereka menampilkan diri. Mereka menginginkan
hal ini dari guru secara jujur dan penuh dukungan. Dalam hubungan yang
sehari-hari menghormati dan menghargai orang yang kita cintai.
2. Memperlakukan Siswa Sebagai Manusia Sederajat
Betapa
pun usia siswa masih kanak-kanak, perlakukan siswa seperti kita ingin
diperlakukan mereka. Jika kita ingin dihormati maka hormati juga mereka.
Jika kita ingin dihargai haknya, maka hargai juga hak mereka. Jika
kita ingin didengar mereka, maka kita harus mendengar mereka terlebih
dahulu.
3. Lembut dan Hangat
Semua bentuk interaksi guru
dengan siswa haruslah dilandasi dengan kasih sayang dan kelembutan. Ini
memang klasik, tetapi inilah yang terpenting. Sebab Allah swt telah
berjanji akan memberikan kepada kelembutan, sesuatu yang tidak diberikan
oleh-Nya kepada yang lain.
Jadi, seandainya guru selalu gagal
mengatasi kenakalan siswa, padahal telah menggunakan berbagai metode
pendekatann, bisa jadi itu disebabkan ia belum optimal dalam bersikap
lemah lembut. Agar interaksi dengan siswa selalu harmonis, guru harus
mampu memastikan lahirnya dua hal, yaitu guru mencintai siswa dan siswa
menangkap cinta gurunya itu.Hati hanya dapat disentuh dengan hati pula.
Sesuatu yang keluar dari hati maka akan tembus kehati. Jika kita
mencintai siswa dengan tulus, maka siswa pun merasakan cinta gurunya
tersebut dan siswa pun akan mencintai kita.
Dari Aisyah ra., ia
berkat bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah itu lembut
dan menyukai kelembutan dalam semua urusan.” (H.R. Muslim). Kepada orang
yang berperilaku lembut, terutama terhadap mereka yang urusannya berda
dalam tanggung jawabnya, Rasulullah bersabda . “Ya Allah, siapapun yang
mengatur urusan umatku, lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah
dirinya. Dan, siapa pun yang mengatur urusan mereka lalu ia bersikap
lembut terhadap mereka, mak santunilah mereka . (H.R. Muslim dari
Aisyah)
C. Membuat Aturan Main Bersama
Peraturan sungguh
perlu, tetapi , tetapi hendaknya dibuat secara bersama-sama sehingga
timbul kesadaran dan tanggung jawab untuk melaksanakan peraturan
tersebut. Namun, sebelum diterapkan sebuah aturan sebaiknya dibangun
dahulu suasana keterbukaan dan kehangatan sehingga masing-masing orang
dapat berpendapat dengan bebas. Sedikit meemakan waktu memang, tetapi
cukup efektif, terutama dalam pengelolaan kelas.
Pengalaman
menunjukkan bahwa menggunakan minggu pertama sekolah untuk menata
suasana yang hangat tidak hanya membangun suasana untuk sepanjang
tahun, tetapi juga akan menghemat waktu dalam pengelolaan kelas. Tingkat
hubungan ini menghasilkan keuntungan tambahan. Jika guru memahami dan
bersedia menjalin hubungan saling pengertian dengan siswa, maka guru
akan mendapatkan izin untuk menuntut tanggung jawab atas perkataan dan
perbuatan mereka. Mereka pasti dengan suka rela melaksanakan aturan
tersebut. Hal ini juga membawa konsekuensi logis bahwa meeka pun berhak
menuntut hal yang sama dari kita sebagai guru mereka.
D. Membuat Kegembiraan
Jika
guru secara sadar dapat menciptakan kegembiraan ke dalam pekerjaannya,
maka kegiatan mengajar dan belajar akan lebih menyenangkan. Kegembiraan
membuat siswa siap belajar dengan mudah, dan bahkan dapat mengubah sikap
negatif menjadi positif, hubungan yang kaku manjadi cair.
Bayangkan
jika suasana menegangkan di atas selalu ada dalam proses kegiatan
belajar maka sekolah tak ubahnya seperti penjara yang merengut
kebebasannya untuk berpikir, berekspresi dan beraktualisasi diri. Oleh
karena itu, marilah kita buat suasana belajar dalam keceriaan dan warnai
hari-hari kita dengan kegembiraan. Kita masih mempunyai kesempatan
untuk memperkenalkan kembali siswa-siswa kita dengan ketaktuban dan
kegembiraan belajar.
Dengann suasana belajar yang menyenangkan
pastilah akan bermunculan inspirasi-inspirasi baru yang menyegarkan.
Inspirasi ini tidak hanya diciptakan oleh guru, tetapi sangat mungkin
inspirasi tumbuh dari dalam diri siswa sendiri.
E. Memberi Pujian
Pujian
merupakan salah satu bentuk penghargaan yang diberikan kepada
seseorang. Hampir semua orang suka dipuji karena dalam pujian terkandung
pengakuan seseorang atas keberadaannya.
Dr. Devey berkata bahwa
dorongan yang terkuat dalam diri seseorang ialah : “Keinginan untuk
dirinya supaya dianggap penting dan dihargai. Dan William Yones berkata
: “Naluri yang terpendam dalam diri manusia ialah rasa diri ingin
dihargai orang lain. “ Dan hasrat ini tetap menggelora ataupun terpendam
didalam diri setiap orang.
Akan tetapi, sungguh sayang masih
jarang guru yang memberikan pujian secara tulus. Pada umumnya guru lebih
memerhatikan sanksi-sanksi yang layak diberikan kepada siswa daripada
memujinya. Kita memberikan pujian hanya diperuntukkan bagi siswa yang
berprestasi secara akademik. Memberikan pujian hanya ditujukan untuk
membanding-bandingkan antara si pintar dan si bodoh sehingga justru
dapat menyakitkan orang lain.
Pujian sebenarnya dapat dilakukan
dengan mudah. Caranya pun terbilang gampang. Hanya saja memberikan
pujian terasa sulit dilakukan karena pengakuan diri kita terlalu besar
sehingga cukup sulit untuk berendah hati mengakui kebesaran orang lain.
F. Berani Mengambil Resiko
Berani
mengambil resiko tidak hanya berlaku di dunia usaha. Mentalitas semacam
itu perlu pula kita tanamkan dalam proses pengajaran. Dan sebenarnyanya
jangan jadikan resiko itu sebagai penghambat kemajuan kita. Justru
resiko adalah tantangan yang perlu kita hadapi dan selalu berupaya
bagaimana mengatasinya.
Sebagai seorang guru yang inspiratif tentu
kita tak boleh puas hanya dengan satu model pembelajaran. Bahkan,
seandainya model pembelajaran itu kita anggap sangat memuaskan, kita
harus senantiasa mencari dan menerapkan model pembelajaran yang baru.
Tentu
saja, cara semacam itu penuh resiko karena tidak semua model
pembelajaran yang kita tawarkan dapat memuaskan dan menyenangkan. Namun,
dengan keberanian mencoba, kita menjadi tahu kelebihan dan kelemahan
metode mengajar kita..
G. Menjadi Teladan
Dalam filsofofi
jawa dikatakan bahwa guru merupakan akronim dari kata digugu (diyakini)
dan ditiru (dicontoh). Segala perkataan dan tindakan guru akan selalu
menjadi pusat perhatian siswa. Dan entah disadari atau tidak semua yang
dilakukan guru akan mudah ditiru oleh siswa.
Demikian dahsyatnya
pengaruh guru maka kita harus senantiasa menjaga kontempalsi diri atas
segala hal yang telah dipebuat. Jangan sampai terjadi perilaku buruk
kita menjadi potret yang akan ditiru oleh siswa.
Niat menjadi
guru teladan bukanlah sesuatu yang muluk, tetapi memang sebuah
kewajiban. Niat tersebut akan menjadi penerang langkah hati kita dan
pendorong semangat kita. Yakinkan dalam segala gerak langkah kita bahwa
kita akan menjadi teladan bagi siswa dan lingkungan kerja.
Menjadi
teladan memang bukan hal mudah karena secara manusiawi kita pasti
memiliki kekhilafan. Akan tetapi yang penting kita lakukan adalah
kejujuran untuk mengakui kesalahan kita dan berupaya untuk
memperbaikinya. Dengan cara semacam ini kita akan tampil secara wajar
dan orang lain pun akan melihatya secara utuh.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Acep Yonni dan Sri Rahayu Yunus, (2011). Begini Cara Menjadi Guru
Inspiratif & Disenangi Siswa. Pustaka Widyatama. yogyakarta
2.. Abdullah Munir, (2010). Super Teacher. PT. Bintang Pustaka Abadi. Yogyakarta.
3. Dale Carnegie. (1979). Cara Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang . Percetakan Offset Gunung Jati. Jakarta.